Stupid (part 2)

      Dini, nama cewe itu. Sedang kuliah semester dua di fakultas kedokteran sebuah universitas negeri. Bukan kemauannya memilih sekolah ini. Bukan juga kemauan orang tuanya. Tidak ada yang menyangka dia akan memilih melanjutkan sekolah di fakultas ini. Tidak seorangpun menyangka, tidak juga kedua orangtuanya, tidak juga kakaknya. Dalam silsilah keluarganya, belum ada yang menjadi dokter. Hanya budhenya, istri dari kakak ibunya, yang menjadi bidan. Tapi tetap, semua orang menghargai pilihannya dan mendukungnya penuh. Bahkan orang tuanya yang notabene ‘biasa saja’ dari segi keuangan, sangat senang anaknya melanjutkan sekolah di fakultas yang katanya ‘mentereng’ itu. Tidak ada satupun kalimat pesimis maupun bernada tidak senang ketika Dini diterima di fakultas itu. Hanya tangis bahagia dan ucapan selamat bertubi-tubi yang menghiasi lolosnya seorang perempuan delapan belas tahun ini dari ujian Negara untuk memasuki universitas negeri.
       Kadang, sekolah di fakultas itu menjadi sangat sulit bagi Dini. Kuliah jam tujuh pagi selama tiga jam, dilanjutkan dengan istirahat satu jam, dan dilanjutkan lagi dengan diskusi sistematis. Kadang, masih dilanjutkan lagi dengan belajar bersama teman-teman sekelasnya. Sekitar jam empat sore, baru Dini bisa bernafas lega. Namun bukan untuk istirahat, karena dia masih harus mengerjakan tugas modul untuk diskusi esok harinya, nanti malam, sendirian, di kamarnya.
       Kadang, dia bisa jadi sangat tertekan dengan kisah hidupnya. Walaupun tidak ada yang tampaknya sangat jelek dalam hidupnya, setidaknya begitulah yang terlihat dari luar. Dia bisa menangis sendirian di kamarnya dibalik selimut, berpura-pura tidur, barangkali orangtuanya tiba-tiba masuk kamarnya. Kadang dia menulis diary untuk meluapkan tekanan itu, atau menelepon teman SMA-nya, hanya untuk mendengar temannya bertanya ‘kenapa’ dan berdiam diri selama satu jam. Kali ini, dia memilih datang ke indekost teman SMA-nya.
       Sesampainya di indekost teman lamanya, dia menunggu temannya itu membukakan pintu. “Hei, tumben kamu kesini?” sapa temannya sambil membukakan pintu gerbang. Dini hanya terdiang dan menerawang.
       ‘Kamu yakin mau curhat sama temenmu itu? Dia mana tau perjuanganmu? Kayaknya sia-sia deh kalo kamu ngomong sama dia,’ sebuah sisi dirinya menyentakkan impuls ke pikirannya.
       “Ayo, masuk,” ajak temannya. Dini memarkir sepeda motornya di teras indekost temannya, lalu mengikuti temannya menuju kamar.
       “Kenapa kamu?” tanya temannya. Dini hanya menerawang – lagi. “Kok nggak jelas sih? Mau minum?” tanya temannya lagi. Lagi-lagi, respon yang sama dari Dini. Temannya menyodorkan segelas air mineral yang barusan dipompa dari galon di sebelahnya. Dini hanya menggeleng pelan.
       “Tak nyalain lagu ya, be’e bikin kamu jadi sadar,” kata temannya, lalu beranjak ke depan laptop di meja rendah yang sudah nyala dari tadi. Lagu Relax, Take it Easy dari Mika berdentum-dentum dari speaker. Kemudian diliriknya temannya yang sepertinya sedang bermasalah itu, menunduk seperti orang tanpa harapan dan kebahagiaan. Lalu dia membuka-buka situs jejaring sosial dari laptopnya.
       “Kamu pernah bingung gag?” Lirih, namun kalimat itu keluar dari bibir Dini.
       ‘Nah lo, ngomong apaan sih?! Semua orang pasti pernah bingung laaah... jangan sok bego gitu dong! Orang lain jadi gag respek. Walopun curhat, ya yang keren dikit gitu lho, kayak: aku bingung nih milih antara dua cowo, mereka baik semua sih. Masa tanya: kamu pernah bingung gag? Képlé!’
       Masih sambil mengetik di laptopnya, temannya tadi berkata, “bingung dalam konteks apa dulu?”
       “Ya bingung. Pokoknya bingung aja gitu,” kata Dini lagi, walau agak jaim juga rasanya dia bilang kayak gitu. *jaim=jaga image
       “Pernah sih, sering malah,” jawab temannya singkat.
       Sunyi.
       Masih sunyi.
       Masih saja tidak ada yang memulai percakapan.
       Mengatasi kesunyian itu, temannya berkata lagi, “kemarin itu, aku di sms Siska, katanya si Mita jadian sama Andi ya..?”
       ‘Mita. Andi. Apa urusanmu sama mereka berdua? Mereka cuman dua orang yang sering ganti-ganti pacar. Ilang satu, nyari yang lain, untuk ilang lagi. Gag penting banget sih mikirin mereka. Kamu aja masih belum selesai sama dirimu sendiri!’
       Dini hanya menganggukkan kepala pelan. “Kamu sekelas kan sama Mita?” tanya temannya lagi.
       Lagi-lagi Dini hanya menganggukkan kepala pelan. Lalu sunyi lagi.
       ‘Coba deh berpikir positif. Ungkapkan uneg-uneg kamu, biar lega. Temanmu ini siap membantu kamu,’ sisi dirinya kembali menggaungkan suara di otaknya.
       Dini menyandarkan kepalanya ke dinding di samping kirinya. Matanya kembali menerawang. “Ka...” ucapnya lirih. “Kamu masih mau jadi temenku, kan?” tanyanya pelan. Sangat pelan. Hampir-hampir tidak terdengar. Tapi temannya, Rika, mendengarnya.
       “Dari dulu kamu itu temenku,” kata Rika. Lalu sunyi lagi. “Kamu ada masalah kah?” tanya Rika, memecah kesunyian.
       Dini mengingat-ingat kembali hidupnya. Tekanan. Banyak tekanan. “Kuliah di FK itu susah banget ya,” ucapnya, dengan mata masih menerawang.
       Rika melihatnya sebentar, dan berkata, “Kan kamu sendiri yang milih.”
       “Kayaknya pilihanku salah deh,” sesal Dini.
       “Lha terus..?”
       “Kalo aku pindah aja gimana ya? Ke yang lebih gampang gitu..?”
       “Kamu kok tiba-tiba jadi kayak gini si? Ya kan emang gitu kalo mau jadi dokter. Banyak lho yang pingin ada di tempatmu sekarang.”
       Dini menghela nafas. Sisi lain dirinya lagi-lagi berbisik, ‘temen kamu bener, sayang. Ini bukan resiko, tapi pilihan. Allah pasti kasih kamu kemampuan yang lebih sehingga kamu bisa berada di tempat kamu sekarang. Tenang aja, semuanya tinggal dijalani kok.”
       “Makanya, kalo nentuin pilihan, mikir dulu dong! Dasar kamunya aja yang bego. Masa milih FK tanpa pertimbangan sama sekali? Salah tuh...” sisi kontra bicara lagi. Dini menghela nafas lagi.
       “Aku numpang tidur disini bentar ya,” tanya Dini.
       “Iya gag apa-apa, tidur’o wes.”

1 komentar:

Unknown said...

Keren Rul,,
ada lanjutannya ta ini??

 

Leeya.woncoco Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template