Mudik's Trip

0 komentar
Hohooo... so much to tell... banyak banget cerita waktu liburaaan... waktu mudik utamanya...


Okey,, dimulai dariii...


Berangkat mudik
Baru ngerasain, gimana enaknya mudik H+6. Sumpe, enak banget. Berangkat pagi-pagi pula. Yaa.. nggak pagi-pagi amat si,, tapi jam 7 kan ya masih pagi. Jalanan tu yaa, sepiiii (tanpa bangedh!). Berangkat jam 7 dari Malang, sampe di daerah Porong, yang biasanya super duper macet dan amat megelnoo, biasa aja tuh, lancar-lancar saja, everything were right! Mungkin, karna orang-orang kantor sudah pada masuk, jadi kendaraannya berpusat di dalem kota. Nggak banyak yang keluar kota. And it made me sleepy... hoahm.. tidur deh..


Tapi, kadang-kadang waktu terbangun, yang aku tau kendaraannya jalan kenceng-kenceng aja, tanpa antrian kendaraan lain di depan. Jalanan nggak sepi sebenernya. Masih ada banyak kendaraan lain, yang berplat nomer macem-macem (AG, L, B, S, W, AB, dLL). Truk juga nggak terlalu banyak. Kalo kata ibuku si, jam segitu (dibawah jam 10) belum waktunya truk jalan, masih pada istirahat sopirnya.


Everything were right and straight sebelum masuk jawa tengah. Tau dong, perbatasan jawa timur dan jawa tengah di utara... yap! Tuban. Mmm... by the way, perjalananku ini adalah ke kota Semarang. Setelah lepas jawa timur, jalurnya adalah Lasem - Rembang - Pati - Kudus - Demak - Semarang. Naa... waktu di pinggiran Kudus tuh, kendaraan baaaanyaaaakkk baaaangeeeedhh...! aww!! Beneran! antrinya puuuuaaaanjaaanggg pwooLL, masya Allaah.. jalannya itu dua arah, dan hanya cukup buat dua mobil (means that 1 lajur buat 1 mobil doang). Jalan ini kayaknya satu-satunya penghubung ke Semarang, dan dilewati Truk dan tronton pula, semua kendaraan lewat situ deh (sepeda motor, angkot, pick-up juga ada). Sisi jalannya itu masih batu-batuan campur tanah debu (nggak layak jalan banget deh).


Aku tidur sebenernya waktu macet di jalan ini. But I was startled by some greatly noisy bell. Hahaaa... bahasa inggrisnya ancur. Maksud aku tuh, ada suara 'ngiung-ngiung' mobil polisi dan klakson yang keras bangedh dari bus. Waw,, alhasil langsung bangun deh diriku. Langsung kelihatan (karna aku duduk di belakang) dua mobil polisi, di belakangnya berbaris 7 bus dengan tulisan 'Ziarah Walisongo Pesantren blablabla'. Di belakang sendiri, ada mobil Xenia yang ngikutin, nyalain doble sign.


Listrik-listrik impuls mulai loncat-loncatan di otakku, dan aku bilang ke bapak, "Pak, ikut rombongan, Pak. Nyalain doble sign jugak." Nakal banget, hahaa... Some people would not did that kind of thing. Some other would just say, "it was a crazy idea, aneh-aneh aja si!". Other would say, "we're not with them." Tapi bapakku nggak ngomong apapun. Hanya banting setir ke kanan. Injek gas lebih kenceng. Nyalain doble sign. Dan ngikutin di belakangnya mobil Xenia. I love you, dad.. :D


Seneng banget aku kalo bapakku udah nyetir. Apalagi kalo di jalan antarkota, yang notabene 'no need to slow down, just speed up and hurry up to home, or driving slowly on the left edge.' Meskipun ibu sering protes kalo cara nyetirnya bapak bikin mual dan pengen muntah. Dan meskipun aku muntah pun (CTZ alias pusat muntahku ambangnya kecil, jadi gampang terangsang), I still like my dad's driving style. Aku bilang, bikin nggak ngantuk gitu lhoh. Tapi kalo ibu yang bilang, kasar banget nyetirnya. Aku bilang, seru! Ibu bilang, bikin jantung mau copot. Hahahaaaa... but you're the best, Dad!! XD


Awalnya ngikutin aja si. Trus, kita mikir, "si mobil Xenia ini apa ikut-ikutan jugak ya?" Tapi, semakin lama diamati, tu mobil kayaknya jadi backing-nya rombongan deh. Secara, dia jalannya gag lurus, tapi ke kanan, balik kiri, kayak orang bingung gitu wes. Tapi, itu kan bisa jadi strategi biar gag ada yang nyalip dia. Well, whatever.


Tiba-tiba, salah satu bus mbunyiin klakson, dan rombongan itu mempercepat lajunya,,, sambil banting setir ke kanan. Dengan kata lain, mereka nyalip antrian panjang mobil dan truk di depannya. Wow! bapak si ikutan ajaa. Padahal ya, dari arah berlawanan tu, ya sama padetnya. Tapi, di jalan, cops will almost alway winning. Aku nahan nafas waktu bapak nginjek gas lebih dalem, dan tiba-tiba ngerem. Ada tronton just about 2 meter dari depan. @$!%?@$&!!!


Semua rombongan berhasil lewat. Bapak banting setir ke kiri. Dan semua nyengir. I said, "Pak, kok nggak ikutan rombongannya tadi, ikutan mekso gitu??" Dan bapak njawab (tetep sambil nyengir), "Lha guedhe ee..." Huakakakakakakakakakakkk.... XD Tingginya aja empat kali dari kendaraan kami ada kali, tu tronton. Lebarnya, jangan tanya deh. Panjangnya,, emmh,, ya gitu deh. Kena moncongnya dikiiiit aja, bakal langsung dimakamkan ni mobil.


Berjarak beberapa kendaraan dari rombongan. Ya sudahlah... Habis, mau gimana lagi, dari arah berlawanan tu tronton mulu. Doble sign-nya dimatiin deh sama bapak (berasa putus asa aja, hag hag). Tapi, beberapa menit kemudian, dari arah berlawanan jadi rada sepi. Otomatisss, doble sign dinyalain lagi, injek gas lagi, banting setir lagi. And finally, we're back with the party. But, still, ada pemandangan yang rada beda di depan. Humm... ada mobil yang tadinya gag disitu tapi sekarang disitu. Tu mobil pas banget di belakangnya Xenia dan di depan kami. From this way, everything are so kereeeeen dan wenaaagg.. Kemanapun rombongan berjalan, kami ngikutin (termasuk mobil sedan berplat 'K' di depan kami). Rombongan speed up, we were following. Rombongan nyalip dan ngambil jalur, we were following. Rombongan stop... mmh, tapi gag ada stop stop-nya tuh, adanya speed up doang (jaya!). 


Trus, kami ngrasani, "kok si sedan depan gag ikutan nyalain doble sign ya?" Bapakku bilang, "platnya 'K'" Ibuku nambahin, "Gag pede dia. Kalo bapak kan pede, platnya sama-sama 'N'" Huakakak,, oooh, teori baru ni (opo ae).. Tiba-tiba, dia nyalain doble sign-nya. Kami ketaaawaaaa smuanyaa. "Akhirnyaaa..." hihihii.. Beberapa detik kemudian, kami tau kenapa akhirnya tu sedan nyalain doble sign, yang bikin kami tambah ngakak. Know what? Ada polisi lagi stopping other way untuk lewatnya rombongan ini. Hahahaaa... pingin selamet juga dia.


Waktu aku noleh ke belakang, aku langsung bilang, "Pak, ada mobil plat 'B'. Ikutan nyalain doble sign jugak." Huakakakak... lagi-lagi semua ngakak. Ternyata ide gila ini gag sepenuhnya gila. Buktinya, banyak yang ngikutin. Somethin is called normal when lots of people did it, isn't it. Ada sekitar satu-setengah-jam-an kali ya kami ngikutin rombongan ini. Jalan yang kayak antrian minyak tanah gitu, rasanya jadi kayak jalan tol aja. Waktu aku noleh ke belakang, mobil yang ngikutin udah ganti lagi, tapi ya mereka ikutan nyalain doble sign.


Hujaaaaann... awww! Deress baaaangeeedh!! Tapi disini, jalannya ada dua lajur untuk satu jalur. Nggak rame-rame amat laaah. Tapi rombongan ini, stil dengan kecepatan 60kph. Then I said to my dad, "Pak, nggak diselip aja rombongannya?" Mobil sedan yang di depan kami dari tadi, udah nyelip dari tadi, udah gag keliatan sekarang. Akhirnya, bapak mbalap'i rombongan itu, daaan... the course is back to common. Then I'm sleeping (again hahaaa... sepertinya dalam keadaan kayak gini kadar dopamin di otakku meningkat, jadinya ngantuk deh hohooo..).


Tau-tau ibu manggilin aku, "dek, udah nyampe." Well, kami udah nyampe di rumah nenek di Semarang. Masih hujan. Disini, no great story to tell, everything were ordinary. Besok paginya, jam 7, kami berangkat ke Kudus (nenekku satunya lagi), mampir dulu ke rumah pakdhe.


Sampe di Kudus, terasa banget hawa-hawa kesibukan gitu. Secara, sepupuku lagi nyiapin buat pernikahannya hari berikutnya. Semua dikerjain sendiri lhoh. Ceritanya sepupuku itu, dari ngecet plafon kamar, beli sprei-sarung bantal, milih souvenir, beli panci-wajan-sendok-piring-dll. Tentu aja, dibantu sama keluarga. Karna keluarga di Kudus tu keluarga besar. Yang jelas, gag pake wedding organizer segala. Serba sederhana deh pokoknya. Waktu kami nyampe, saudara-saudara yang lain lagi nyiapin nasi kotakan, buat ater-ater ke tetangga. Mau mbantuin, tapi gag ngerti blass orang-orang yang dimaksud. Ya sudahlah,, aku jadinya stand by saja, ngeliatin yang lain pada bingung, hag hag..


Tapi yang namanya pernikahan itu sesederhana apapun, tetep aja so sweet. It's about heart.. about feeling.. about love.. something that only heart can do.. an abstract thing.. but fundamental of living. Jadi mupeng T_T. Maaauuu dooonggg nikaaaaah...


Well, that's the end of my family mudik's trip. Hari berikutnya, everything back to normal circumstances.


the spouse


pager ayu


sama bapak-ibu-budhe-bulik

HIDUP

1 komentar







































Hidup...
adalah salah satu rencana Allah swt.
Allah swt. memberikan tujuan di dalamnya
Allah swt. memberikan karunia di tiap sudutnya
Allah swt. menitipkan amanah bersamanya
Allah swt. menuliskan pelajaran di tiap detiknya
Allah swt. menghadirkan kebahagiaan di tiap keikhlasan
Allah swt. memberikan balasan untuk tiap perbuatan
Allah swt. tidak pernah membiarkan hamba-Nya sendirian


Hidup...
adalah perjuangan tiada henti
adalah lahan ibadah dan mengagungkan Ilahi
adalah waktu untuk belajar dan berserah diri
hingga saatnya nanti, ketika Allah swt. berkata,
"Telah habis masamu di dunia ini."
dan sambutlah tempat kembali yang abadi...




Malang, 19 Agustus 2010
Leeya.woncoco

Le Gran Voyage

0 komentar

Hohooo... 
itu mah judulnya film yang kemarin aku tonton. Lumayan sih filmnya,,, lumayan gag jelas maksudnaaaa.. XP
Yang bisa aku tangkep, film yg diputer di globalTV jam 13.00 itu menceritakan tentang kesabaran dan niat penuh untuk berhaji, Subhanallah...

But,, my gran voyage hari ini adalaaaah.... ke Pacet.
Tepatnya, Dusun Pacet Made, Desa Pacet, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto. Tau, kenapa aku kesana?? There are some reason. Pertama, pingin tau bentuknya buah Tin, yang katanya belum pernah dicoba ditanem di Indonesia. Pingin tau, kayak gimana sih buah yang disebut di Al-Qur'an ini, yang juga banyak penelitian yang menunjukkan banyaknya manfaat dari buah satu ini. Kedua, setelah searching-searching, dan ternyata ada yang bisa numbuhin buah Tin ini di Indonesia, di Jatim lagi, jadi penasaran, beneran tah bisa? Apalagi di Mojokerto, wih gag jauh-jauh amat tuh dari Malang. Trus, rencananya kan aku ngikut penelitiannya dokter yang lagi nggarap tesis, dan itu juga tentang buah Tin. Waktu aku bilang ke dosen pembimbingnya, kalo buah Tin itu udah ada yang nanem di Surabaya (aku pernah baca iklannya di majalah Al-Falah), beliau agak percaya gag percaya gitu, dan itu mbikin aku  tambah pingin mastiin kalo emang ada yang nanem buah itu di jatim ini, dan berhasil. Ketiga, bosen di rumah mulu, pingin liad pemandangan yang rada beda gitu. Secara, ni kan musimnya mudik, biasanya udah mudik ke Jateng, nah ini masih ngendoog aja di Malang. Rasanya kayak diluar kebiasaan gituu... Keempat, mumpung mas ibaLL lagi di rumah, jadi pingin jalan-jalan berempaaaat... ^^ Kelima, pingin gaya-gayaan, kan mas ibaLL leptopnya baruuu... It's a netbook, putih lagi warnanya. Bagus.. bagus... pingin ngerasain betapa praktisnya pake netbook ini, enteng dibawa kemana-mana, bisa internetan dimana-mana. Mupeeeeng.. pingiiiiiin.... tapi, gag mungkin banget dibeliin sama ortu,, mesti beli sendiri. Dan aku punya gaji sendiri, masih lamaaaaaa... T_T

Okey, perjalanan dimulai kemarin. Hohoo... 
Jadi, kemarin sore itu perjalanan dimulai dengaaaaaan... bikin rencana, hohooo...
Rencananya, hari ini, pagi-pagi, habis subuh, berangkat ke Pacet. Perkiraannya sih, tempatnya kan gag jauh, jadi siang udah sampe di rumah lagi. Jadi, perjalannya pagi-pagi, gag kayak kue dipanggang di oven deh jadinya (siang ituu... panassss bangeeetttt... AC mobil tua ini gag kuat mendinginkan suasana, bikin bete).
Namanya juga rencana, hahaaaa... 
Bisa diperkirakan yang sebenarnya terjadi.
Jam 05.00 bangun dan sholat subuh. 'Kok masih sepi ya? mas ibaLL juga masih tidur. Gag ada tanda-tanda kehidupan dari bapak n ibu jugak,' pikirku kayak gitu. Setelah sholat subuh, I found myself, tidur lagi. Hahaaaaaa... XD
Finally, berangkatnya jam sembilan-an. Uups..

Jalan ke arah Surabaya tuh lancar-lancar wae. Gag kayak biasanya, yang sumpek, padet, bikin ogah. Kebalikannya, yang arus ke Malang malah iiii... gag banget deh. Jadi, jalannya kan ke arah Pandaan, Pasuruan (prigen), Trawas, baru Pacet. Jalannya mulai rada parah itu dari Trawas. Naik. Turun. Belok kanan. Belok kiri. Tapi, semua jalan emang kayak gitu ya... Jalan pegunungan laah... Naiknya, nuuuaaaaiikkk... Turunnya, twuuuruuunn... Belokannya tajem. Jalannya selebar dua mobil pas, persis, jadi kalo papasan, mesti ada yang keluar aspal. Wew..
Sampe di Desa Pacet, ting tooong... blank. dhuarrr!! Kemana ini?? kwok..kwok..
Nyalain netbuk, liad webpage yang aku simpen, yang ada alamatnya tu kebun buah Tin. Eeh.. gag keliatan alamatnya. Nyolokin modem, gag ada sinyal. Tanya pak satpam, "gag pernah tau ada kebun itu tuh." Tanya pos polisi, "Nggak ada kebun buah Tin, adanya kebun stroberi." Dhuarrr!!! Lha terus, perjalanannya lak sia-sia. Doeenggg..
Trus, mbukak internet dari hape deh (gag dari tadi.... T_T). And, nelpon CP-nya. Ternyata orang yang punya lagi keluar kota (mudik kali yak). Untung aja, ada yang njaga, jadi tetep bisa kesana. Dari kantor polisi, gag tau wes kemana, pokoknya jalan. Sambil telpon si empunya kebun. Dikasih tau belok sana, belok sini. Teteeep aja nyasar. Tapi, finally ketemuuu.. ALhamdulillah...
Ketemu sama penjaganya, rada-rada heran juga. MAna kebunnya? Ternyata kebunnya disana. Yap, disana. Gag bisa liad?? Pokoknya disana, hohooo.. wkwk..
Trus, kita ngeliad kebunnya deh. Ternyata, tanaman Tin itu pohon. Buahnya nyantol langsung ke batang pohonnya, kayaknya gag ada batang buahnya deh. Kata orangnya, buahnya itu gag ada masa panennya, terus-terusan nongol. Tinggi pohonnya baru sekitar dua meter an, itu ditanem setahun yang lalu. Gampang tumbuhnya, gampang memperbanyaknya, dicangkok biasa. Gitu kata paknya.
Katanya, dibawah sana masih ada kebun. Uwaaaa... tiba-tiba hujan. Hujan gunung boo... tik. tik. tik. dresssss... Ya gitu itu wes, hujan di gunung. Cepet deresnya. Empat puluh menit kemudian, reda. Alhamdulillah. Tapi masih ngobrol-ngobrol sama paknya. Lima menit kemudian, dresss... hujan lagiii... Empat puluh menit kemudian, reda lagi. Hahaaa... yaudah, trus kita pulaaang..
Ternyata, tadi pas kesana tuh, kita muter bwangeeedhzzt... Ada jalan yang lebih pendek, a shortcut.
Singkat cerita, akhirnya aku tau bentuk tanaman Tiin. Sayangnya, buahnya blum ada yang mateng. Gag bisa ngerasain deh. Padahal kata paknya, buahnya tuh empuk, manisss, burung aja sukak.

Pulang, lewat jalan shortcut tadi. Lebih cepet sih di bagian itunya. Tapi pas nyampe Purwosari. Maaaak... ampun dah. Maceetttt!!! Cape dee.. Butuh dua jam dari Purwosari ke SIngosari. BAyangkan! Padahal kalo normal, paling sepuluh menit udah kelar tuh (rada ngebut kalo ini nih, hehe).

Sampe Malang, udah mau maghrib. Tapi kita blum makan siang. Yauda, makan duluuuu.. Kita stop di Rumah Makan. Uuhh... gag usah sebut merk deh. Rasaya kurang mantaabb. Kurang eeeeeerrrghh gituu... tapi, bagusnya dari makanan ini adalah, no MSG.

Sudah deh, cukuup.. :D

Akhir Kata Teman

0 komentar
Aku baru saja terbangun dari tidur nyenyakku. Saat kubuka jendela kamarku, kulihat pemandangan yang sudah tak asing lagi. Lewat jendela kamarku, terlihat sebuah jembatan bekas rel kereta api, 16 meter diatas sungai tadah hujan. Sejak dua minggu yang lalu, jembatan itu selalu terhiasi oleh pemandangan seorang gadis berseragam SMA yang berdiri memandangi sungai.
Hari masih subuh, tapi gadis itu sudah disana. Dua minggu yang lalu, pada jam yang sama, sangat heran aku melihat sesosok perempuan seumuran denganku berdiri memandangi sungai, seperti mau bunuh diri. Namun, aku tak berani mendatanginya. Mungkin ia hanya ingin bernostalgia atau mencari inspirasi. Saat aku akan berangkat sekolah, gadis itu sudah lenyap seakan dimakan oleh gemerlap mentari yang telah melewati ufuk timur.
Sekarang, dua minggu kemudian, pemandangan gadis itu kerap menghiasi pandanganku kala kubuka jendela kamarku di subuh segar kota ini. Sudah menjadi pemandangan biasa buatku. Namun, semakin lama dia ada disana, semakin membuatku penasaran. Mengapa dia ada disana? Apa yang dia lakukan?
Semakin hari, semakin ingin kuungkap rahasia tentang gadis itu. Beribu pertanyaan menggaung di otakku, ingin segera dilepaskan. Pagi ini, kuberanikan diriku untuk menghampirinya. Ini sudah genap satu bulan dia berdiri mematung disana. Hari ini aku bangun lebih pagi. Setelah mandi, kupandang keluar jendela kamarku, dia disana. Dengan semangat yang membara – hingga membuatku bergetar dan berkeringat  di subuh yang dingin ini – aku menghampirinya.
Dari dekat, dia terlihat sangat cantik. Kulitnya putih bak marmer, bibirnya lembut dan mungil berwarna merah muda. Sayang dia cemberut. Aku yakin, kalau dia tersenyum, siapa saja akan terpikat dengan pesonanya.
Kusapa dia. Tak ada jawaban. Dia bahkan tidak menolehkan wajahnya untuk mengetahui siapa yang menyapanya. Bahkan, sepertinya dia tidak peduli aku ada atau tidak. Kusapa sekali lagi, tetap tak ada respon. Kusapa lagi untuk ketiga kalinya, kali ini dia menoleh. Kalau dari samping dia terlihat sangat cantik. Kini saat terlihat seluruh wajahnya, siapa saja – aku yakin – akan terpana melihat keelokan nan sempurna pemberian Tuhan ini.
Dia menatapku, tanpa rasa, tanpa emosi. Pandangannya kosong dan menerawang. Ada apa dengannya? Kutanya dia dengan penuh perhatian. Entah kenapa, begitu aku berada di dekatnya, timbul rasa sayang. Atau mungkin ini hanya rasa kasihan? Entahlah. Yang jelas aku sangat ingin menyelam ke dasar hatinya. Dia tidak menjawab pertanyaanku, malah kembali memandangi sungai. Maka kutanya lagi, apakah dia punya masalah? Diam jawabnya.
Tak kenal putus asa, aku menanyainya hal yang sama. Sepuluh kali aku bertanya dan tidak satupun kata keluar dari bibirnya. Bahkan, pandangannya yang hampa tetap menghiasi wajahnya hingga ia menengok jam tangannya dan pergi meninggalkanku tanpa pamit, tanpa sapa.
Ada apa dengannya? Apakah dia punya masalah? Pertanyaan itu terus berputar di otakku. Tak kuasa aku menahan rasa penasaran, maka kuhampiri lagi dia esok paginya. Namun, hasil yang kudapat tetap sama. Begitu seterusnya hingga satu minggu kemudian.
Saat kusapa dia, dia langsung memandang awan. Pandangan yang berbeda dari sebelumnya. Tidak lagi hampa, kali ini penuh makna.
‘Aku memang sedang banyak masalah’
Itu katanya setelah aku berada disampingnya dan menyapanya.
‘Kalau boleh tahu, apa sebenarnya masalahmu?’
Tanyaku.
‘Sejak lebih dari sebulan yang lalu aku kemari. Tujuan utamaku adalah bunuh diri. Aku tahu, kalau melompat dari sini pasti akan mati. Lihat saja batu-batu di bawah sana, lagipula airnya hanya sedikit. Tapi, begitu sampai disini aku takut. Bagaimana rasanya mati? Apakah sakit? Apa yang harus kukatakan pada Tuhan nanti? Bagaimana kalau Tuhan memasukkanku ke neraka?’
Jadi itu sebabnya dia terus-terusan memandangi sungai di bawah itu. Dia takut. Atau mungkin, dia sedang mempersiapkan diri?
‘Apa masalahmu sangat besar? Mengapa sampai mau bunuh diri?’
‘Bulan lalu papa meninggal karena overdosis. Mama yang sedang dirawat di rumah sakit karena jantungnya kumat, mendengar kabar ini. Mama sangat shock. Tiga hari beliau koma, kemudian menyusul papa ke sisi Tuhan. Sehari sebelum papa meninggal, aku merasakan ada yang aneh dengan tubuhku. Apalagi aku sudah tidak menstruasi selama dua bulan. Aku sangat cemas. Kecemasanku itu terjawab setelah aku mengetes urine-ku, aku positif hamil. Mendengar kabar ini, pacarku mengelak. Dia berkata saat itu aku sudah tidak perawan, janin ini bisa saja hasil dengan orang lain. Dia sangat tega, padahal aku baru melakukannya dengan dia. Tak elak lagi kami putus. Sebenarnya aku tidak mau, aku butuh ayah untuk anakku, tapi dia memaksa.’
Sungguh tragis kisah hidupnya. Tuhan memberi cobaan yang begitu berat padanya. Tak heran kalau dia bersimbah air mata begitu. Akupun sangat kaget mendengar ceritanya, sampai tidak bisa berkata-kata. Lalu dia melanjutkan ceritanya.
‘Kini aku hidup seorang diri. Kamu pasti bisa membayangkan susahnya. Ternyata, orang tuaku tidak memiliki tabungan yang mencukupi. Sekarang saja sudah habis. Setelah ini aku harus hidup dengan apa, coba? Ada janin ini, juga!’
Dia memukul perutnya sendiri.
‘Teman-teman sekolahku tidak ada yang peduli padaku. Beberapa dari mereka yang mengetahui kehamilanku malah berkata aku ini wanita jalang, cewek murahan, pelacur! Sahabat-sahabatku juga perlahan menjauh dariku. Apalagi pacarku, dia malah pura-pura tidak mengenaliku. Semua itu sudah cukup berat buatku, tapi ternyata masih ditambah dengan cemoohan para tetangga dan keluargaku. Aku kini sebatang kara dan sengsara. Padahal dua bulan yang lalu aku menganggap bahwa akulah orang yang paling beruntung di dunia ini.
Dan kau tahu? Kemarin adalah hari terakhir aku bersekolah. Pacarku sendiri yang memberitahu kepala sekolah bahwa aku hamil, bahwa ayahku adalah junkies yang mati OD, dan ibuku seorang rentenir yang juga telah meninggal. Buruk banget, kan? Ternyata aku memang dilahirkan tidak untuk disayangi. Kemarin aku dikeluarkan dari sekolah tanpa bisa membela diri.’
Tanpa sadar, butir-butir air mata jatuh di pipiku dan menetes ke kaosku. Hatiku serasa ditusuk seribu belati. Ternyata dunia ini kejam! Kenapa tidak ada yang mau membantu saudaranya yang sedang diberi cobaan berat? Dia menunduk, menangis, sambil meremas besi yang menjadi penghalang dia dari keinginan melompat ke sungai.
‘Aku bisa membantumu.’
Bergetar suaraku mengucapkannya. Tapi benar, ini datangnya dari hati. Aku benar-benar ingin menolongnya.
‘Terima kasih’
Katanya singkat. Namun, dia seperti memiliki harapan baru. Wajahnya terlihat lebih bersinar saat menoleh ke arahku, dan dia tersenyum padaku. Senyum yang sangat tulus, yang aku tahu itu datangnya dari hati. Dia nampak sangat cantik, walau pipinya merona dan matanya basah karena tangis. Sungguh, dia bagai malaikat. Seandainya dia tidak menangis, dia akan tampak sempurna. Sebuah karya Tuhan Maha Agung yang dilahirkan tanpa cacat atau salah.
Aku memeluknya. Ingin rasanya aku mengambil sebagian luka hatinya. Ini pasti sangat berat buatnya. Setelah tangisnya mereda, kuajak dia ke rumah tempat tinggalku selama dua tahun ini. Dia menurut saat kuajak berjalan. Namun, ketika kami tiba di depan rumah induk semangku, dia menolak dengan sopan dan memilih untuk pulang ke rumahnya saja. Aku memakluminya, mungkin dia ingin menenangkan diri dan tak ingin diganggu orang lain.
Esok paginya, seperti biasa aku membuka jendela kamarku. Namun, tidak ada sesosok-pun di jembatan itu. Mungkin dia belum datang, pikirku. Maka, setelah mandi dan sholat subuh, aku keluar menuju jembatan itu. Berharap akan menemuinya. Di depan pintu kutemukan secarik kertas yang diganjal dengan batu agar tidak terbang terbawa angin.

Aku sudah tidak tahan, ingin segera mengakhirinya. Aku tak peduli dengan Tuhan. Terima kasih atas bantuanmu. Itu sangat berarti buatku. Tapi, ini keputusanku.

Begitulah isi kertas itu. Tidak ada nama pengirim, tapi aku tahu dia yang menulis surat singkat ini. Kata-katanya membuatku curiga. Lalu kulihat orang-orang berkerumun di jembatan, memandang ke sungai. Jangan-jangan...
‘Ada apa, pak?’
Tanyaku pada salah satu warga yang memandangi sungai.
‘Ada yang mati, jatuh ke sungai’
Jawabnya. Dengan sigap aku menerjang orang-orang yang berkerumun disitu hingga aku dapat melihat ke sungai. Di bawah sana kulihat dia, memakai gaun hitam, terkoyak batu-batu besar. Semoga setelah ini, pupus semua dukamu. Semoga Tuhan memaafkan segala kesalahanmu. Dari sini aku mendoakanmu, temanku...
 

Leeya.woncoco Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template