want to leaving my life!

Padahal, gag ada yang hancur dalam hidupku. Semua serba baik-baik aja tuh. Bahkan, aku gag bakal heran kalo ada orang lain yang bilang hidupku itu sempurna. Karna dari luar bisa tampak kayak gitu, buat orang tertentu aja kali yah.


Tapi ada kalanya aku bener-bener bete sama dunia ini. Semuanya penuh tipuan. Serba penuh aturan aneh-aneh. Mesti gini, mesti gitu. Sebel deh! Rasanya gag bisa tenang gitu. Kadang aku mbayangin, enak banget pasti ya kalo hidup itu tenaaang gitu. Pagi-pagi bangun, udaranya sejuuuk. Buka jendela, yang keliatan bukit, sawah, dedaunan, pohon-pohon, dan jalan tanah yang basah.

Setelah sholat subuh di masjid depan rumah, trus jalan-jalan ke bukit. Di tengah jalan, ketemu sama temen-temen, trus ngambilin daun-daun buat dibikin sarapan. Ambil daun kenikir, ambil bunga turi, ambil daun ketela pohon, minta sedikit cabe rawit di kebun. Sampe di rumah, bareng temen-temen, nge'dang nasi, ng'rebus sayuran tadi, bikin bumbu pecel, dan nggoreng tempe. Hmm... Trus, ada tetangga yang nganterin telor ayam dan susu sapi murni. 

Setelah sarapan, mandi. Trus bikin jajanan buat ater-ater, juga buat dititipin di kios di pasar. Trus pulang, ambil gitar, dan main di joglo di depan rumah. Atau, kalo lagi gag pengen main gitar, menuju ke ruang tengah, ada grand piano disana, dan main piano. Atau, baca-baca buku. Atau, nulis novel, cerpen, dLL. Semuanya tentunya ditemeni udara yang bersih dan pemandangan yang menenangkan.

Kadang-kadang, main-main aja di rumah tetangga, mereka punya bayi dan anak kecil, dibuat mainan deh. Lucuuu... Kadang-kadang, bantuin guru-guru di sekolah, ngajarin ekstrakurikuler buat adek-adek. Kadang, bantuin tetangga yang punya gawe.

Adzan maghrib, sholat berjamaah di masjid, trus ngaji bareng temen-temen dan adek-adek dan ibu-ibu dan bapak-bapak lainnya. Sampe isya', dan sholat berjamaah lagi. Setelah itu pulang, bikin makan malem, nonton film atau baca buku atau ngobrol sama temen-temen. Terakhir, tidur...

Enaknya hidup kayak gitu..

Hidup yang gag materialistis. Hidup yang gag bergantung sama uang. Gag kesusahan kalo gag ada uang, karna punya lingkungan yang saling membantu. Otak gag cepet panas dan bete karna selalu ada hijaunya daun untuk dilihat, selalu ada bukit dan gunung untuk dijelajahi, selalu ada tanah untuk ditanami, selalu ada tetangga untuk saling berbagi.

Hidup yang jauh dari asap-asap dan berbagai bentuk karbon. Hidup di tempat dengan udara bersih dan angin yang tenang. Matahari menyengat dengan lembut, ditutupi kabut tipis. Gag ada kendaraan bermotor. Semuanya berjalan apa adanya. Jalan sejauh itu ditempuh dalam waktu cukup lama dengan berjalan kaki atau naik sepeda atau nunggang kerbau. Gag ada cerobong asap yang sangat hitam, bekas pembakaran plastik. Yang ada asap pembakaran sampah atau kayu bakar.

Aku mau hidup di tempat seperti itu. Semuanya tenang. Biarin aja orang kota bilang, kehidupan disini berjalan sangat lambat, warganya lemot-lemot. Biarin aja mereka bilang disini udik. Biarin aja mereka bilang pemikiran warga sini gag maju. Biarin aja hal-hal kecil yang dilakukan dengan mudah di kota, menjadi hal yang sulit dan butuh waktu dan tenaga kalau dilakukan disini. Sejarah berkata, sebuah kota pasti dimulai dari desa dulu.

Aku rela ninggalin kota demi tempat dan kehidupan seperti itu. Padahal aku hidup di kota kecil, bukan di kota besar. Tapi tetep aja, bagiku semuanya serba semrawut. Semuanya serba pingin mudah, sampai menghalalkan segala cara. Semuanya pingin memanjakan diri sendiri. Selalu terbayang-bayangi, rumah bakal digusur kalo gag bisa bayar cicilan, bakal kelaparan kalo gag kerja, hidup bakal susah kalo gag maksa jadi kreatif dan naik jabatan. Semuanya serba penuh pemikiran. Gag ada tenang-tenangnya. Dan ini masih di kota kecil. Semua hidup dan survive dengan bersaing, bukan saling membantu. Semuanya serba ribet. Dan semuanya maksain kehendak, kalo hidup yang terbaik, hidup yang senang, adalah di kota. Bagiku, semuanya cuman kesenangan semu. Bikin bete!

Aku suka banget sama lirik lagunya Ebiet G. Ade, yang judulnya Cita-cita Kecil Si Anak Desa:

Aku pernah punya cita-cita hidup jadi petani kecil
Tinggal di rumah desa dengan sawah di sekelilingku
Luas kebunku sehalaman, kan ku tanami buah dan sayuran
Dan di kandang belakang rumah ku pelihara bermacam-macam piaraan
Aku pasti akan hidup tenang, jauh dari bising kota yang kering dan kejam
Aku akan turun berkebun mengerjakan sawah ladangku sendiri
Dan menuai padi yang kuning bernas dengan istri dan anakku
Memang cita-citaku sederhana, sebab aku terlahir dari desa
Istriku harus cantik, lincah, dan gesit
Tapi ia juga harus cerdik dan pintar
Siapa tau nanti aku kan terpilih jadi kepala desa
Kan ku bangkitkan semangat rakyatku dan ku bangun desaku
Desaku pun pasti mengharap aku pulang
Aku pun rindu membasahi bumi dengan keringatku
Tapi semua itu hanyalah tergantung padaNya jua
Tapi aku merasa bangga, setidak-tidaknya aku punya cita-cita

0 komentar:

 

Leeya.woncoco Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template